Kamis, 18 Oktober 2012

softskill : Jurnal Internasional Tentang koperasi

J U R N A L PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM SUDAH DIAKUI INTERNASIONAL

      Sampai saat ini, secara resmi usia koperasi telah mencapai 63 tahun
dengan jumlah entitas koperasi di Indonesia yang sangat banyak, lebih
dari 177 ribu unit yang berbentuk koperasi simpan pinjam, koperasi
konsumsi, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.
     Sesuai dengan UU 25/1992, koperasi adalah badan usaha sebagaimana
badan usaha lainnya, tapi yang membedakannya dengan badan
usaha non-koperasi adalah watak sosial koperasi. Sehingga, koperasi
diharapkan menjadi format kelembagaan perjuangan anggotanya dan
wadah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atas dasar gotong
royong. Mubyarto (1998) menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan
lebih mampu menghadapi globalisasi karena menjamin ketangguhan
dan keandalan ekonomi nasional.
     Sampai saat ini belum ada koperasi di Indonesia yang termasuk kategori
koperasi besar dengan kiprah internasional. Dewasa ini, menurut
International Cooperative Alliance (ICA), terdapat sedikitnya 300
koperasi yang berkelas dunia dengan omzet Rp.6.5 – Rp.634 triliun. Tapi
tak satupun koperasi Indonesia masuk dalam kelas global itu (Rahardjo,
2010).  

      Sejalan dengan UU 25/1992, dalam kerangka pengembangan
dan pengawasan, pemerintah menerapkan kebijakan sistem penilaian
kinerja berdasarkan kualitas koperasi. Misalnya, penilaian koperasi
terbaik tahun 2002, dan penilaian daerah koperasi tahun 2007, dan
penilaian koperasi berprestasi tahun 2007 (Anonim, 2005, 2007a,
2007b).  Landasan penilaian koperasi berkualitas adalah Permenneg
KUKM 06/Per/M.KUKM/V/2006 tentang Pedoman Penilaian Koperasi
Berprestasi/Koperasi Award.  Hasil penilaian kualitas menjadi bahan
bagi pemerintah untuk semakin memajukan koperasi sebagai sokoguru
perekonomian Indonesia. Sejauhmana perbedaan jenis koperasi
dalam konteks penilaian kualitas sangat perlu diketahui agar  track
pengembangan koperasi menjadi tepat.

        Sejak tahun 2002, pemerintah melalui Kementerian KUKM telah
menerapkan pola penilaian terhadap koperasi agar kualitas koperasi
dapat meningkat. Metode penilaian dilakukan berdasarkan beberapa
variabel yang sesuai dengan prinsip perkoperasian, prinsip usaha, dan lingkungan. 

Pada tahun 2009, terdapat 75 koperasi yang dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi yang berkualitas dengan klaster-klaster koperasi simpan  pinjam (KSP) 15, koperasi konsumen (KK) 30, koperasi produksi (KP) 10, koperasi pemasaran (KM) 10, dan koperasi jasa (KJ) 10.  Semua koperasi yang berkualitas itu diharapkan menjadi sokoguru atau pilar perekonomian
rakyat. 

       Dari pembedaan jenis koperasi yang dinilai, secara eksplisit terlihat
perbedaan antar kelompok koperasi baik ciri, kemampuan, potensi,
dan performa output. Pengakuan atas kelompok ini berimplikasi pada
perbedaan perlakuan, baik internal mencakup organisasi dan manajemen
maupun eksternal yang mencakup pola pembinaan oleh pemerintah.


SUMBER :
Ambruster, P. (2001), Cooperative banks in Europe: Values and practices to promote development. IRU Courier (3), pp. 10-13.
Okafor, F. O. (1979), Socioeconomic criteria for evaluating cooperative efficiency in Nigeria, Review of International Cooperation 72(4), pp. 8-14.

Translete b. inggris 



 JOURNAL ASSESSMENT OF COOPERATIVE AND SME ARE RECOGNIZED INTERNATIONAL

      
To date, the cooperative has officially reached the age of 63 yearsby the number of cooperative entities in Indonesia very much, morefrom 177 thousand units in the form of cooperatives, cooperative consumption, production cooperatives, cooperative marketing, and cooperative services.
     
In accordance with Law 25/1992, the cooperative is a business entityother business entities, but what distinguishes it from the body the non-cooperative is a cooperative social character. Thus, the cooperative expected to be the format struggle institutional members and container to improve the welfare of the people on the basis of mutual cooperation. Mubyarto (1998) stated that the economic populistbetter able to deal with globalization because it ensures toughnessand reliability of the national economy.
     
Until now there has not been cooperative in Indonesia are categorizedlarge international cooperative gait. Today, according toInternational Cooperative Alliance (ICA), there are at least 300world-class cooperative with turnover Rp.6.5 - Rp.634 trillion. Butnone Indonesian cooperatives in the global classroom (Rahardjo,2010).

      
In accordance with Law 25/1992, within the framework of developmentand oversight, the government implements a scoring system performance based on the quality of the cooperative. For example, the assessment of cooperativeBest of 2002, and the assessment of regional cooperative in 2007, andcooperative achievement assessment in 2007 (Anonymous, 2005, 2007a,2007b). The foundation is a qualified assessment of cooperative PermennegKUKM 06/Per/M.KUKM/V/2006 on Cooperative Assessment Guidelines Achievement / Cooperative Award. The results of a quality assessment of materials for the government to further advance the cooperative as a cornerstone Indonesia's economy. The extent different types of cooperative in the context of quality assessment is necessary to know in order track cooperative development being right.       Since 2002, the government through the Ministry of KUKM haveimplement a quality assessment of the cooperatives to cooperativescan be increased. Assessment methods based on severalvariable according to cooperative principles, principles of business, and the environment.       In 2009, there were 75 cooperatives were rated by the government as a qualified cooperative clusters cooperatives (KSP) 15, consumer cooperatives (KK) 30, cooperative production (KP) 10, marketing cooperatives (KM) 10, and the cooperative services (KJ) 10. All qualified cooperative is expected to be a cornerstone or pillar of the economy people.Of the distinction of the cooperative in question, explicitly visibledifferences between the groups either cooperative traits, abilities, potential,and performance output. Recognition of this group impliesdifferent treatment, covering both internal organization and managementand external guidance by the government include the pattern.

 
SOURCE:Ambruster, P. (2001), Cooperative banks in Europe: Values ​​and practices to promote development. IRU Courier (3), pp. 10-13.Okafor, F. O. (1979), Socioeconomic criteria for cooperative Evaluating efficiency in Nigeria, Review of International Cooperation 72 (4), pp. 8-14


Kamis, 11 Oktober 2012

PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA



Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank–bank Desa, rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
      Pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian:
  1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
    1. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
    2. menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemurniannya.
      1. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa
      2. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa.
      3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani “.
Dengan berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus melaksanakan penyesuaian dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja.
Untuk mengatasi kelemahan organisasi dan memajukan manajemen koperasi maka sejak tahun1972 dikembangkan penggabungan koperasikoperasi kecil menjadi koperasi-koperasi yang besar. Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan koperasikoperasi yang yang ada dalam wilayah unit desa tersebut digabungkan menjadi organisasi yang besar dan dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada akhirnya koperasi-koperasi desa yang bergabung itu dibubarkan, selanjutnya BUUD menjelmas menjadi KUD (Koperasi Unit Desa). Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi Instruksi Presiden No.2/1978 dan kemudian disempurnakan menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.